Era TV analog segera memasuki hari akhir dan mari ucapkan selamat datang untuk era televisi digital. Itu yang sering kita dengar terlebih oleh para praktisi yang berkecimpung didalam media pertelevisian.
Mulai awal tahun 2012, Indonesia melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 05 tahun 2012 mengadopsi standar penyiaran televisi digital terestrial Digital Video Broadcasting -Terestrial Second Generation ( DVB - T2 ), yang mana hal ini merupakan pengembangan dari standar digital DVB-T yang sebelumnya ditetapkan di tahun 2007.
image: kominfo.go.id
Penyiaran televisi digital terrestrial adalah penyiaran yang menggunakan frekuensi radio VHF / UHF seperti halnya penyiaran analog, akan tetapi dengan format konten yang digital. Dalam penyiaran televisi analog, semakin jauh dari stasiun pemancar televisi signal akan makin melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan berbayang. Lain halnya dengan penyiaran televisi digital yang terus menyampaikan gambar dan suara dengan jernih sampai pada titik dimana signal tidak dapat diterima lagi. Singkat kata, penyiaran TV digital hanya mengenal dua status: Terima (1) atau Tidak (0). Artinya, apabila perangkat penerima siaran digital dapat menangkap sinyal, maka program siaran akan diterima. Sebaliknya, jika sinyal tidak diterima maka gambar-suara tidak muncul.
Dengan siaran digital, kualitas gambar dan suara yang diterima pemirsa jauh lebih baik dibandingkan siaran analog, dimana tidak ada lagi gambar yang berbayang atau segala bentuk noise (bintik-bintik semut) pada monitor TV.
Pada era penyiaran digital, penonton TV tidak hanya menonton program siaran tetapi juga bisa mendapat fasilitas tambahan seperti EPG (Electronic Program Guide) untuk mengetahui acara-acara yang telah dan akan ditayangkan kemudian, melihat tayangan berbayar, menyimpan tayangan yang belum sempat ditonton dsb. Dengan siaran digital, terdapat kemampuan penyediaan layanan interaktif dimana pemirsa dapat secara langsung memberikan rating terhadap suara program siaran.
Semua negara harus telah menetapkan tahun migrasi dari siaran analog ke digital. Negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat bahkan telah mematikan siaran analog (analog switch-off) dan beralih ke siaran digital. Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa selambat-lambatnya implementasi penyiaran digital dimulai tahun 2012 dan di tahun-tahun berikutnya di kota-kota besar yang telah bersiaran digital akan dilakukan analog switch-off. Dalam roadmap implementasi penyiaran televisi digital, Pemerintah merencanakan bahwa tahun 2018 akan dilakukan analog switch-off secara nasional. Oleh karena itu, sejak kini masyarakat dan para pelaku industri agar mempersiapkan diri untuk melakukan migrasi dari era penyiaran televisi analog menuju era penyiaran televisi digital.
Teknologi digital efisien dalam pemanfaatan spektrum. Ada satu penyelenggara televisi digital atau network provider meminta spektrum dalam jumlah yang cukup besar artinya tidak cukup hanya 1 (satu) kanal carrier melainkan lebih. Hal ini disebabkan dalam penyelenggaraannya nanti penyelenggara hanya akan berfungsi sebagai operator penyelenggara jaringan yaitu untuk mentransfer program dari stasiun-stasiun televisi lain yang ada di dunia menjadi satu paket layanan sebagaimana penyelenggaraan televisi kabel berlangganan yang ada saat ini.
Meningkatnya penyelenggaraan televisi dimasa depan dapat diantisipasi dengan suatu terobosan kebijakan dalam pemanfaatan spektrum frekuensi, misalkan penyelenggara televisi digital hanya berfungsi sebagai operator penyelenggara jaringan televisi digital, sedangkan programnya dapat diselenggarakan oleh operator yang khusus menyelenggarakan jasa program televisi digital (operator lain). Dari aspek regulasi akan terdapat izin penyelenggara jaringan dan izin penyelenggara jasa sehingga dapat menampung sekian banyak perusahaan baru yang akan bergerak dibidang penyelenggaraan televisi digital. Dengan demikian akan dapat dihindari adanya monopoli penyelenggaraan televisi digital di Indonesia.
TV analog tentunya tidak akan bisa menerima sinyal digital, maka itu diperlukan alat tambahan baru yang berfungsi mengubah sinyal digital menjadi analog. Perangkat tersebut disebut dengan decoder atau set top box (STB). Proses perpindahan dari teknologi analog ke teknologi digital akan membutuhkan sejumlah penggantian perangkat baik dari sisi pemancar TV-nya ataupun dari sisi penerima siaran. Jadi TV anda saat ini bisa menerima siaran digital dengan membeli set top box, tapi karena akan diproduksi massal maka besar kemungkinan harga STB itu menjadi lebih murah, sebagai contoh ingat gak kapan kita pertama kali membeli handphone ? coba bandingkan harga handphone saat itu dengan saat ini. Nah seperti itulah kira-kira yang akan terjadi dengan STB dimasa mendatang. Namun saat ini juga sudah banyak dijual SmartTV yang sudah dilengkapi dengan receiver digital didalamnya (built in) jadi nanti di tahun 2018 kita tidak repot mencari STB atau mengganti TV baru.
Bagi stasiun televisi, hal ini berarti ada peluang baru untuk menambah keilmuan karena teknologi digital setidaknya akan membuka wacana baru mengenai pengelolaan media televisi, melahirkan content-content yang seharusnya makin berkualitas karena dengan digital tidak ada lagi akan ditemukan siaran tv yang "gerimis" seperti yang lazim kita temui sekarang ini. Dan para produser dan tim kreatif akan malu untuk melahirkan program-program tv yang "apa adanya" karena makin banyak pemirsa yang kritis dan makin jernih melihat tayangan tv.
Yang menarik disimak adalah bagaimana kita melihat dalam perspektif pemilik tv atau bahkan mereka yang ingin terjun sebagai pemilik media tv digital.
Penambahan kanal frekuensi akan membuat para investor berbondong-bondong menjadi penyelenggara content atau content provider. Karena terus terang saja, memiliki ijin sebagai penyelenggara content di tv digital adalah sebuah kebanggaan sosial, mengingat ketatnya persaingan untuk memperoleh ijin penyelenggaraan content.
Namun, pekerjaan rumah yang tak kalah berat menunggu adalah tantangan bagaimana menghasilkan program televisi yang bermanfaat, berkualitas dan menghibur.
Content provider bisa lebih fokus membuat content yang baik urusan jaringan serahkan kepada penyelenggara jaringan dengan cara menyewa jaringan kepada mereka.
Hal ini akan memunculkan perusahaan-perusahaan baru dalam bidang pembuatan content, production house harus berbenah dengan kembali menyegarkan otak-otak tim kreatif mereka agar dihasilkan program televisi yang berkualitas.
Para production house, pembuat aplikasi, dan pebisnis kreatif lainnya akan ditantang bagaimana memanfaatkan infrastruktur digital yang sudah ada tersebut menjadi sebuah ekosistem digital broadcasting yang dinamis.
Jadi, sudah siapkah kita mengambil peluang ini ?
0 comments:
Posting Komentar