Selasa, 28 April 2020
Home »
» Kisah Sahrul, Petugas Pemulasaran Pasien Covid-19: Memuliakan Jenazah
Kisah Sahrul, Petugas Pemulasaran Pasien Covid-19: Memuliakan Jenazah
Suara. com- Sahrul Ridha( 40), petugas Instalasi Pemulasaran Jenazah( IPJ) RSPI Sulianti Saroso, menggambarkan pengalamannya mengurus jenazah penderita positif Covid- 19 ataupun yang wafat dalam status Penderita Dalam Pengawasan( PDP).
Sahrul, serta 2 petugas pemulasaran jenazah lain, merupakan orang terakhir yang bisa memandang serta mengurus penderita yang wafat, baik yang positif Covid- 19 ataupun PDP yang wafat tetapi belum dites ataupun menemukan hasil uji swab PCR.
Ia berharap tidak terdapat lagi korban yang wafat dalam status PDP, memandang kesedihan yang dirasakan keluarga yang ditinggalkan.
" Perasaan aku kadangkala terenyuh. Gimana bila itu terjalin sama aku?" katanya dilansir dari BBC News Indonesia—jaringan Suara. com—Senin( 27/ 4/ 2020).
" Semenjak dirawat sampai wafat, tidak terdapat satu juga anggota keluarga yang dapat memandang penderita."
Semenjak permasalahan Covid- 19 diumumkan pemerintah di bulan Maret, Sahrul paling tidak telah mengurus 30 jenazah.
Puncaknya di bulan Maret, di mana dia sempat mengurus 4 jenazah dalam satu hari.
Bagi informasi Pemerintah Provinsi Jakarta, sampai 20 April 2020, lebih dari 1. 200 orang telah dimakamkan dengan protap Covid- 19.
Dari jumlah itu, 331 orang wafat positif Covid- 19, sisanya belum dikenal apakah positif ataupun negatif( PDP).
Sahrul Kekurangan Oksigen
Sahrul menceritakan tugasnya diawali dikala seseorang penderita dinyatakan wafat.
Bermodalkan Perlengkapan Pelindung Diri( APD) lengkap, Sahrul wajib berpacu dengan waktu buat menuntaskan pemulasaran jenazah dalam 4 jam, sebagaimana diresmikan departemen kesehatan.
Perihal awal yang dikerjakannya merupakan memindahkan jenazah ke ruang pemulasaran buat dimandikan ataupun bila tidak membolehkan, semata- mata dicipratkan air( tayamum).
" Prosesnya memanglah makan waktu. Kami wajib betul- betul cermat, betul- betul sebersih bisa jadi. Jangan hingga ketinggalan ini- itu, disinfektan kurang ataupun apa," ucap Sahrul.
" Kami menggunakan masker N95, masker bedah, dalam waktu 2 hingga 3 jam. Kami kekurangan cairan, oksigen, keringat seluruh bercucuran sebab gunakan apron panas sekali. Kami wajib tahan itu hingga berakhir. Kami wajib kokoh," ucapnya.
Salah satu tantangan dalam pekerjaannya, kata Sahrul, merupakan dikala mengangkut jenazah.
Petugas wajib mengangkut jenazah dikala mensterilkan, memindahkan ke kantong jenazah, pula dikala memasukan dalam peti.
" Sebab memanglah kami tidak memiliki sarana yang betul- betul mempermudah buat memindahkan. Sebagian jenazah wafat, rata- rata berbobot di atas 70- 80 kg. Itu yang membuat kami kadangkala kerepotan," kata Sahrul.
Memuliakan Jenazah
Sahrul berkata awal mulanya dia bimbang dikala wajib mengurus jenazah dengan Covid- 19 ataupun mereka yang masih suspect Corona.
Dalam kondisi wajar, keluarga orang yang wafat, dapat turut memandikan jenazah pula mendoakan.
Sedangkan, dikala pandemi Covid- 19, cuma Sahrul serta petugas pemulasaran lain, yang boleh terletak dalam satu ruangan dengan jenazah itu.
Hingga itu, kala menemukan jenazah yang diketahuinya beragama Muslim, yang cocok agamanya, Sahrul memutuskan mensalatkan jenazah itu.
" Tadinya aku tidak sempat turut mensalatkan jenazah.( Tetapi dalam pandemi ini), perasaan aku, ini( mensalatkan) merupakan kewajiban aku bagaikan Muslim," ucap Sahrul.
" Jenazah itu memanglah dapat membahayakan kita dari segi kesehatan. Tetapi satu kewajiban kita buat memuliakan mereka…Tak harus disuruh, aku tentu salatkan jenazah."
"( Aku berdoa), mudah- mudahan mereka diterima di sisi- Mu serta diampuni dosanya. Pula keluarga diberi ketabahan serta berkah. Aku katakan itu dikala mengurus jenazah- jenazah."
Dokumentasi Pengurusan Jenazah
Sahrul menggambarkan beberapa keluarga pernah meminta kepadanya buat dapat turut melihat pengurusan jenazah. Tetapi dia terpaksa wajib menolak.
" Berat pasti. Kita wajib merasakan, gimana jika keluarga aku yang semacam itu? Tetapi telah jadi tugas aku, gimana juga triknya wajib menolak. Itu bukan cuma demi keselamatan kami, tetapi pula keluarga yang terdapat," ucapnya.
Bagaikan wujud penghiburan pada keluarga, Sahrul merekam segala prosesi pemulasaran jenazah buat jadi dokumentasi keluarga.
" Walaupun telah jadi jenazah, mereka( keluarga) dapat amati dikala terakhir( penderita)," kata Sahrul.
Sahrul menggambarkan beberapa jenazah yang ia tangani masih berstatus PDP.
Dia berharap hasil uji dikenal lebih kilat sampai tidak terdapat yang wafat saat sebelum hasil uji keluar.
" Jika memanglah penderita positif, katakan positif. Jika negatif, katakan negatif," ucapnya.
" Kasihan mereka yang tidak mempunyai riwayat terpapar, seketika anggota keluarganya, hingga meninggalnya tidak terdapat hasil( serta diperlakukan bagaikan penderita Covid- 19)."
Bila hasil uji swab dikenal lebih kilat, lanjut Sahrul, dia tidak butuh sangat takut dalam mengurus jenazah.
Keluarga orang yang wafat pula bisa turut mengurus jenazah.
sumber:bbc.com
0 comments:
Posting Komentar